Pasar Munjul: Kisah Pedagang yang Terdampak Mangkraknya Proyek Pembangunan
Pasar Munjul, Jakarta Timur – Proyek pembangunan pasar Munjul yang telah mangkrak selama 10 tahun telah berdampak serius pada para pedagang, terutama mereka yang berjualan di los kering. Omzet pedagang pun turun drastis hingga 90%, memaksa sebagian dari mereka untuk gulung tikar.
Dampak Proyek Mangkrak
Salah seorang pedagang produk plastik mengungkapkan bahwa omzet penjualannya hanya tersisa sepuluh persen dari sebelum proyek revitalisasi pasar dimulai. Relokasi pedagang ke tempat penampungan sementara membuat penurunan omzet terjadi sejak awal, bahkan sebelum efek pandemi.
Bertahan di Los Kering
Meskipun terpaksa mendirikan kios semi permanen, pedagang di los kering masih diwajibkan membayar retribusi bulanan kepada Pemprov Jakarta. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan karena kondisi pasar yang semakin parah, tidak layak lagi untuk berdagang.
Perjuangan Pedagang
Dengan jumlah pedagang yang berkurang drastis, kondisi pasar yang memprihatinkan, dan beban retribusi yang terus bertambah, pedagang merasa tidak mendapatkan imbal balik dari pemerintah. Mereka berharap ada solusi yang adil dan berkelanjutan untuk memperbaiki situasi pasar Munjul.
Harapan untuk Masa Depan
Diharapkan dengan perhatian dan tindakan yang tepat dari pemerintah, pasar Munjul dapat kembali menjadi pusat perdagangan yang ramai dan produktif bagi para pedagang. Semua pihak perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan pedagang.
(fdl/fdl)
—
Pasar Munjul: Dampak Mangkraknya Proyek Pembangunan
Jakarta – Proyek pembangunan pasar Munjul, Jakarta Timur, yang sudah mangkrak selama kurang lebih 10 tahun membuat omzet pedagang jatuh, khususnya mereka yang berada di los kering. Akibatnya banyak pedagang tak kuat untuk terus berjualan dan memilih untuk gulung tikar.
Salah seorang pedagang produk plastik di area los kering mengatakan saat ini omzet penjualan tokonya hanya tersisa satu per sepuluh dari omzetnya dulu sebelum proyek revitalisasi pasar dilakukan, alias jatuh hingga 90%.
"(Akibat pembangunan ini ada pengaruhnya ke omzet?) ada, tinggal sepersepuluh sekarang. Kan kita jualan di belakang tuh nggak layak, makanya pindah ke sini," jawab pedagang itu saat ditemui detikcom, Senin (13/1/2025).
Saat dimintai penegasan apakah penurunan omzet ini sudah terjadi saat pembangunan berlangsung atau akibat efek pandemi yang tak kunjung usai, ia mengatakan penurunan omzet sudah terjadi sejak para pedagang direlokasi ke tempat penampungan sementara.
"Jadi dulu kan dipindah itu kita sudah tidak tidak ada omzet. Orang kondisi tempat jualan begitu, jangankan pembeli, kita yang jualan juga takut. Makanya setelah lama mangkrak kita minta izin buat pindah," terangnya.
"Nah setelah pindah adalah kenaikan omzet sedikit. Habis itu pandemi jatuh lagi, ya sampai sekarang lah. Jadi banyak penyebabnya sih, cuma ya itu tadi, bagian los kering sama daging-ikan itu kan sudah nggak layak ya, jadi pembeli paling ramai pagi doang di los basah situ, tempat sayur," sambungnya.
Akibatnya, saat ini banyak pedagang di los kering banyak yang gulung tikar akibat tidak sanggup bertahan. Bahkan dari ratusan pedagang yang dulu sempat berjualan di area tersebut, saat ini hanya tersisa sekitar 30-50 pedagang.
Ia mengetahui hal ini dari perhitungan patungan biaya patungan listrik pedagang los kering. Sebab para pedagang yang berjualan di kios-kios semi permanen mandiri ini juga harus memasang jaringan listrik sendiri.
"Kalau untuk yang kering itu mungkin dari 200, kalau aku hitung dari pembayaran listrik itu sekitar 30, Ya 50-an lah. Karena kan kita listrik juga soalnya sewa sendiri, kita pakai listrik pesta kan, patungan sama-sama pedagang," jelasnya.
Sementara itu pedagang lain yang juga berlokasi di los kering mengatakan hal serupa, di mana saat ini omzet penjualan dagangannya sudah turun jauh dibanding sebelum revitalisasi pasar dilakukan.
"Omzet sudah jatuh dari dulu. Kan yang datang ke sini orang-orang sudah usia-usia lah ya. Namanya ya pasar ini tradisional gitulah, jadi kita nggak pengin bangunan gitu-gitu. Yang penting benar saja dibangun. Nggak perlu kita yang modern-modern kaya mal-mal gitu, percuma, nggak ada yang beli," terangnya.
Parahnya meski proyek revitalisasi pasar Munjul mangkrak dan pedagang terpaksa mendirikan kios semi permanen, mereka tetap diwajibkan untuk membayar uang retribusi bulanan ke Pemprov Jakarta.
Hal ini tentu membuat banyak pedagang kesal karena merasa tidak mendapatkan imbal balik dari pemerintah. Terlebih saat ini menurutnya kondisi pasar los kering dan daging sudah sangat parah hingga tidak layak lagi menjadi tempat berdagang.
"Pedagang di belakang itu, mereka bangunannya sudah nggak layak. Mau dibenerin roboh semua. Sementara retribusi kita dimintain terus. Nggak ada dilihat kek masih pantas nggak? Masih wajar nggak? Mereka datang ke sini," ucapnya.
"Nggak tahu deh (uang retribusi itu digunakan untuk apa). Kita yang penting bayar retribusi ke bank DKI. Setor ke bank DKI," tambahnya.