Produksi Turun, Hasil Panen Tak Laku

The Bitter Reality of Cassava Farming in Indonesia

The Decline of Cassava Production in Lampung

Local cassava farmers are opening up about the harsh conditions of the cassava industry in Indonesia. The potential for huge profits of up to Rp 10 trillion for the country is at risk of not being utilized due to the poor state of cassava farming in the country. The main production center for cassava is in Lampung Province, where around 90% of cassava production is absorbed by the tapioca industry, generating around Rp 10 trillion in foreign exchange.

The Call for Government Intervention

Arifin Lambaga, the Chairman of the Indonesian Cassava Community (MSI), has highlighted the continuous decline in cassava production in Lampung over the past decade. The highest production was recorded at 9 million tons in 2010, but it has since decreased to less than 7 million tons in 2022. This decline is attributed to various factors, including low productivity and poor starch content in cassava.

Challenges Faced by Small Farmers

Small farmers struggle to meet the competitive and high-quality cassava requirements demanded by the industry. This mismatch in expectations has led to farmers either unable to sell their produce or forced to sell at low prices, impacting their livelihoods.

Government Initiatives for Recovery

Arifin has called on the government to take immediate steps to salvage the cassava industry in Lampung. This includes absorbing excess cassava from farmers, providing support for better production practices, and facilitating communication between farmers and tapioca industries to agree on fair prices.

A Vision for the Future

In the long term, Arifin proposes mandatory partnerships between local tapioca industries and cassava farmers to ensure quality and fair pricing. He also suggests the development of a roadmap for cassava-based industries in Indonesia involving all stakeholders.

Conclusion

It is crucial for the government to recognize cassava as a strategic national crop and support its development. By addressing the challenges faced by cassava farmers and promoting investment in cassava-based products, Indonesia can unlock the full potential of this valuable commodity.

(Translated by AI)

Kenyataan Pahit Pertanian Singkong di Indonesia

Penurunan Produksi Singkong di Lampung

Petani singkong lokal membuka keadaan sulit dalam industri singkong di Indonesia. Potensi keuntungan hingga Rp 10 triliun untuk negara terancam tidak dimanfaatkan karena kondisi pertanian singkong yang buruk. Pusat produksi utama singkong berada di Provinsi Lampung, dimana sekitar 90% dari produksi singkong diserap oleh industri tapioka, menghasilkan sekitar Rp 10 triliun dalam devisa.

Panggilan untuk Intervensi Pemerintah

Arifin Lambaga, Ketua Masyarakat Singkong Indonesia (MSI), telah menyoroti penurunan terus-menerus dalam produksi singkong di Lampung selama satu dekade terakhir. Produksi tertinggi tercatat sebesar 9 juta ton pada tahun 2010, namun telah menurun menjadi kurang dari 7 juta ton pada tahun 2022. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk produktivitas rendah dan kandungan pati yang rendah dalam singkong.

Tantangan yang Dihadapi Petani Kecil

Petani kecil kesulitan memenuhi persyaratan singkong yang kompetitif dan berkualitas tinggi yang diminta oleh industri. Ketidaksesuaian harapan ini telah menyebabkan petani tidak dapat menjual hasil produksi mereka atau terpaksa menjual dengan harga rendah, yang berdampak pada mata pencaharian mereka.

Inisiatif Pemerintah untuk Pemulihan

Arifin telah meminta pemerintah untuk mengambil langkah-langkah segera untuk menyelamatkan industri singkong di Lampung. Ini termasuk menyerap kelebihan singkong dari petani, memberikan dukungan untuk praktik produksi yang lebih baik, dan memfasilitasi komunikasi antara petani dan industri tapioka untuk menyetujui harga yang adil.

Visi untuk Masa Depan

Pada jangka panjang, Arifin mengusulkan kemitraan wajib antara industri tapioka lokal dan petani singkong untuk memastikan kualitas dan harga yang adil. Dia juga menyarankan pengembangan peta jalan untuk industri berbasis singkong di Indonesia yang melibatkan semua pemangku kepentingan.

Kesimpulan

Sangat penting bagi pemerintah untuk mengakui singkong sebagai tanaman strategis nasional dan mendukung pengembangannya. Dengan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh petani singkong dan mendorong investasi dalam produk berbasis singkong, Indonesia dapat membuka potensi penuh dari komoditas berharga ini.

(Diterjemahkan oleh AI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *