Rencana Anggaran yang Kontroversial Membuat Kacau Balau Politik di Eropa

Kenapa Anggaran Negara Eropa Menjadi Kontroversial?

Anggaran negara suatu negara seringkali menjadi topik yang kontroversial, terutama di Eropa. Beberapa negara di Eropa saat ini menghadapi tekanan yang cukup besar terkait dengan anggaran negaranya. Mari kita telaah lebih dalam mengenai fenomena ini.

Krisis Pemerintahan di Prancis, Jerman, dan Inggris

Pemerintahan di Prancis, Jerman, dan Inggris tengah menghadapi krisis yang serius. Perdana Menteri Prancis, Michel Barnier, menghadapi mosi tidak percaya setelah menolak untuk mengalah pada tuntutan dari partai kanan dan kiri terkait rencana anggaran negara.

Sementara itu, pemerintahan Jerman juga menuju pemilihan cepat tahun depan setelah menghadapi mosi tidak percaya. Di sisi lain, di Inggris, Perdana Menteri Kier Starmer dan Menteri Keuangan Rachel Reeves juga tengah berada di bawah tekanan karena perselisihan terutama terkait anggaran negara.

Peraturan Fiskal Pasca-Pandemi

Di kawasan euro, peraturan fiskal pasca-pandemi menekan bahkan negara-negara Uni Eropa yang paling konservatif. Prancis, Italia, dan Yunani selama ini dikenal sebagai pelanggar aturan anggaran. Namun, sekarang Jerman, Austria, dan Belanda juga melanggar aturan defisit 3% dan rasio utang 60% terhadap PDB mereka.

Komisi Eropa, lembaga eksekutif Uni Eropa, kini menilai anggaran bukan hanya berdasarkan rencana keuangan untuk tahun mendatang, tetapi juga dampaknya pada lintasan jangka panjang defisit setiap negara.

Dampak Politik dan Ekonomi

Ketegangan politik telah menurunkan harga saham di Prancis dan meningkatkan biaya pinjaman ke level tertinggi sejak krisis utang zona euro satu dekade lalu.

Di Jerman, Kanselir Olaf Scholz membuat kunjungan mengejutkan ke Kiev dan menjanjikan kesepakatan senilai 650 juta euro dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Langkah ini menimbulkan kontroversi di Jerman, karena bantuan pemerintah ke Ukraina menjadi pusat perselisihan dalam koalisi.

Dampak Ekonomi Terhadap Zona Euro

Perusahaan-perusahaan di Inggris mengalami penurunan kepercayaan bisnis ke level terendah sejak pandemi Covid-19, dan sektor manufaktur melambat sejak Reeves mengumumkan rencana kenaikan pajaknya.

Perubahan kebijakan di Amerika Serikat juga berdampak pada pertumbuhan zona euro. Perusahaan investasi Goldman Sachs memangkas proyeksi pertumbuhan zona euro menjadi 0,8% dari 1,1% untuk tahun 2025, menyoroti risiko yang ditimbulkan oleh masa jabatan Presiden terpilih Donald Trump, serta dampak negatif dari kenaikan imbal hasil obligasi jangka panjang dan ketidakpastian geopolitik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *